David Hume menyatakan dengan jelas bahwa alasan manusia itu tidaklah konsisten dan penuh dengan kesalahan. Dia mencoba untuk menjelaskan kepada kita bahwa kita membuat banyak asumsi yang salah, terkadang kita tidak dapat mempercayai indra kita. Dan dengan memeriksa kemampuan otak untuk membuat keyakinan yang salah, dia kehilangan kepercayaannya terhadap akal manusia dan ingin menolak segala gagasannya. Hal itu diungkapkannya dalam kutipan berikut,
Pandangan yang intens dari berbagai kontradiksi dan ketidaksempurnaan dalam akal manusia ini telah begitu membebani saya, dan memanaskan otak saya, sehingga saya bersedia untuk menolak segala kepercayaan dan penalaran, dan tidak dapat melihat pendapat yang lebih mungkin dibanding yang lain. — David Hume
Kita dapat melihat bahwa mungkin benar kita tidak dapat selalu mengandalkan pikiran dan indra kita. Hal tersebut terjadi karena seringkali kita memiliki pendapat akan sesuatu yang kita sudah yakin sekali akan terjadi, namun ternyata pendapat kita tidaklah tepat. Jadi kita sama-sama tahu bahwa perasaan kita terkadang salah, karenanya kita memiliki pemikiran yang tidak benar dan otak kita terkadang mengeluarkan hipotesis yang juga tidak tepat.
Meskipun pendapat mengenai apa yang benar dan apa yang salah juga merupakan sesuatu yang masih perlu dipertanyakan. Karena terkadang sesuatu itu memang benar di masa lalu dengan keadaan di masa lalu, dan jika kita melihatnya sekarang dengan keadaan yang berbeda maka itu menjadi sesuatu yang salah. Begitu juga dengan sesuatu yang benar di masa sekarang, mungkin itu akan menjadi hal yang salah di masa depan.
Mungkin ini tampak cukup abstrak, oleh karena itu ada contoh yang mudah untuk dipahami. Seseorang di masa remajanya mungkin berpikir bahwa salah satu hal terpenting dalam hidupnya adalah mengenai apa yang orang lain pikirkan tentangnya apakah menyukainya atau tidak.
Kemudian di masa depan, orang tersebut memahami bahwa ada hal lain lagi yang lebih penting, seperti bekerja keras untuk mencapai tujuan dan mimpinya tak peduli apa yang dikatakan orang lain. Dan orang tersebut segera mengakui bahwa dirinya salah di masa lalu.
Kebingungan Kita Dalam Bertanya
Dimana saya, untuk apa? Disebabkan oleh apa sehingga saya berada di tempat saya saat ini, dan ke kondisi apa saya harus kembali? Makhluk apa yang mengelilingi saya? Dan kepada siapa, saya memiliki pengaruh, atau siapa yang memiliki pengaruh terhadap saya? Saya bingung dengan semua pertanyaan ini, dan mulai membayangi diri saya dikelilingi kegelapan yang paling dalam, dan sama sekali tidak dapat menggunakan kemampuan saya. — David Hume
Di sini, Hume terlihat meneriakkan pertanyaan-pertanyaan eksistensial ini. Dia mungkin bermaksud bahwa untuk pertanyaan-pertanyaan ini dia tidak dapat menemukan penjelasannya, karena kita tidak dapat mengetahui apakah saat ini otak kita itu benar atau salah.
Kemudian dia menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan itu membingungkannya dan dia merasa tidak diuntungkan karena menggunakan alasannya. Sekali lagi, sepertinya tidak masuk akal baginya untuk berpikir, dan dia merasa tidak mampu menggunakan pikirannya.
Kita dapat menyetujui bahwa pertanyaan eksistensial yang diajukan Hume dalam kutipannya dapat membingungkan, karena itu adalah pertanyaan eksistensial. Maksudnya adalah pertanyaan-pertanyaan ini menentang segala sesuatu yang penting dalam hidup dan tentang kehidupan itu sendiri, karena menanyakan siapa kita, dari mana asal kita, makna hidup dan lain sebagainya.
Tidak ada jawaban yang jelas dan universal terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, ini juga alasan mengapa orang-orang, terutama para filsuf sudah sejak dahulu mempertanyakannya bahkan sejak dimulainya filosofi.
Setiap individu memiliki jawabannya masing-masing — atau tidak memiliki jawaban sama sekali — baginya. Sebagai hasilnya, hal itu bisa menjadi pertanyaan yang menakitkan bagi sebagian orang, bahkan bagi para filsuf, seperti yang diakui Hume dalam kutipannya.
Hanya Pikiran Yang Dapat Mengobati Dirinya Sendiri
Sungguh beruntung hal itu terjadi, karena akal tidak mampu menghilangkan awan-awan ini, watak sudah cukup untuk melakukan hal tersebut, dan menyembuhkan saya dari filosofi yang menyedihkan, baik dengan menenangkan pikiran ini, atau dengan kegemaran, dan kesan yang hidup dari indra saya, yang melenyapkan semua gagasan yang tidak masuk akal ini..... — David Hume
Hume meneruskan dan berkata bahwa pikiran tidak dapat menemukan penyelesaian untuk konflik ini, seperti yang dijelaskan di atas, namun watak bisa. Dia mengidentifikasi konflik sebagai "filosofis melankolis".
Hume menyajikan dua cara bagaimana watak menyelesaikannya: baik dengan mendiamkannya dan menenangkan pikiran atau dengan pengalaman sensorik. Dia juga memberikan beberapa contoh pengalaman sensorik tersebut misalnya makan.
Hume berpendapat bahwa pikiran tidak mampu memecahkan "penggunaan berlebihan"akal manusia, tetapi watak mampu.
Yang pertama, apakah otak bukan watak? Kita mungkin tidak dapat menganggap bahwa pikiran manusia sebagai sesuatu yang bukan bagian dari watak, tetapi menjadi bagian dari tubuh manusia dan jelas merupakan bagian dari watak. Sebaliknya, kita dapat berasumsi bahwa Hume menggambarkan alam bawah sadar dengan "watak".
Yang kedua, mengapa alam bawah sadar mampu menyelesaikan masalah, dengan menjauhkan alam sadar dari masalahnya? Hume menggambarkannya sebagai "meluruskan pikiran yang bengkok", dengan kata lain menenangkan kesadaran.
Kita mungkin lebih suka mengatakan bahwa jika ada masalah, pikiran manusia akan terpaku pada masalah itu untuk menyelesaikannya. Namun hal tersebut itulah yang menjadi alasan mengapa kita terlalu banyak berpikir dan mengkhawatirkan banyak hal, yang sebagian besar tidak dapat membantu dalam mencari solusi.
Melihatnya dengtan konteks ini, argumen Hume tampaknya benar, jika maksudnya adalah menjauhkan diri dari masalah atau menyibukkan diri dengan aktivitas lain untuk sementara waktu dan kembali lagi setelahnya dapat membantu memecahkan masalah; daripada terlalu banyak berpikir dan terjebak dalam pikiran kita sendiri.
Untungnya, Pikiran Memecahkan Masalah Buatannya Sendiri
Kutipan Hume diakhiri dengan kalimat ini:
Dan ketika setelah hiburan selama tiga atau empat jam, saya akan kembali ke spekulasi ini, mereka tampak begitu dingin, tegang, dan konyol, sehingga saya tidak dapat menemukannya dalam hati saya untuk memasukinya lebih jauh lagi. — David Hume, A Treatise of Human Nature
Sebagaimana Hume menggambarkan kembalinya dirinya ke "filosofis melankolis" setelah melakukan beberapa hal lain. Kita dapat mempertimbangkan bahwa pendapat ini benar dalam sudut pandang yang lebih luas; seperti yang disarankan di atas, terlalu banyak memikirkan masalah tidak dapat membantu; sedangkan kembali lagi nanti setelah beberapa saat bisa membantu menyelesaikan masalah.
Apa Yang Bisa Diambil Dari Hal Ini
Sekali kita melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, mungkin kita dapat menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Atau kita mempertimbangkan bahwa kesulitannya sudah tidak lagi relevan. Hingga kemudian kita akan dapat memahami bahwa kita menciptakan masalah hanya karena terlalu banyak memikirkannya.