Marcus Aurelius: Cara Hidup Tanpa Rasa Takut

Marcus Aurelius adalah seorang Kaisar Romawi yang menjabat dari tahun 161 hingga tahun 180. Dalam hidupnya, Marcus Aurelius mendapatkan reputasi sebagai seorang raja filsuf yang tetap bertahan bahkan jauh setelah kematiannya.

Marcus Aurelius merupakan seorang praktisi stoisisme, dan tulisan filosofis pribadinya yang dikenal sebagai Meditasi, merupakan sumber paling penting bagi dunia modern dalam mengenal filosofi kuno Stoa.

Meditasi merupakan jurnal Aurelius yang dijadikan sebagai pegangannya di masa-masa sulit dalam hidupnya. Kata-katanya sederhana dan tulus, kalimatnya disampaikan bagai sebuah buku harian. Halaman-halamannya terlihat seperti daftar kutipan, yang bervariasi dari satu kalimat hingga paragraf panjang. Mungkin saat itu tidak terlintas dalam benak Marcus Aurelius bahwa seseorang akan mempublikasikan tulisannya.

Namun ketika membaca Meditasi, kita tidak akan berpikir bahwa penulisnya merupakan orang paling berkuasa di benua eropa pada masanya. Hal itu dikarenakan kata-kata yang tertulis di dalamnya, membuat siapapun membayangkan penulisnya adalah orang yang rapuh dengan kekhawatiran dan keraguan yang sama seperti kita sendiri.

Jurnalnya ditujukan untuk memberi nasihat bagi dirinya ketika melalui masa yang sulit. Pembaca bisa merasa nyaman dan tenang dengan kata-katanya. Kita seakan menemukan diri kita sendiri dalam setiap percikan kata-kata bijaknya. Karena pada dasarnya memang itu adalah sebuah buku harian sehingga penulis pun merasa intim dan individual. Pesan yang disampaikan seakan-akan sebuah kebenaran universal yang berbicara kepada semua orang. Disinilah letak keindahan dari Meditasi dan alasan mengapa ini menjadi sumber utama bimbingan bagi bagi banyak orang selama hampir 2000 tahun.

Tema utama dari Meditasi adalah jika seseorang ingin menjaga ketenangan jiwa, maka ia harus hidup sesuai dengan alam. Ini adalah gagasan yang menggarisbawahi hampir setiap kalimat yang dia tulis di dalamnya. Hal ini jelas sebagai upayanya dalam mengingatkan dirinya sendiri agar tidak menjadi sosok penguasa tiran seperti pendahulunya.

Jika kita tertekan oleh sesuatu dari luar, rasa sakit itu bukan karena benda itu sendiri, tetapi karena pikiran kita. Dan ini yang dapat kita hilangkan kapan saja. - Marcus Aurelius

Godaan untuk mengontrol dan menangani setiap pergerakan di benua Eropa pasti sangatlah besar. Dan sebagai seorang kaisar, Marcus Aurelius berdiri teguh melawan beban kekaisaran yang sangat besar dan luas. Dia adalah orang yang mengayunkan pedang merah di atas pera seluruh dunia. Namun dia juga seorang pria diantara pria, memiliki keterbatasan dan beban seperti orang lain. Dia tidak maha kuasa dan maha melihat, tetapi orang-orang mengharapkan ia untuk seperti itu.

Tetapi alam telah menjadikan Marcus Aurelius sebagai seorang kaisar dan karena itu dia percaya bahwa itu adalah panggilannya untuk mencapai potensi terbesarnya. Dia tidak menjadi korban nafsu dan keinginan seperti yang dilakukan banyak orang, tidak juga memerintah dengan ketakutan dan kecemasan. Dia memiliki jiwa yang indah. Dia bisa saja memiliki semua yang diinginkan , namun dia memlih untuk mengejar kebaikan bagi semua orang.

Kita punya kekuatan atas pikiran kita — bukan kejadian luar. Pahami ini, dan kita dapat menemukan kekuatan. - Marcus Aurelius

Menurut Aurelius, orang yang benar-benar bijak mengendalikan jiwanya sendiri. Ini yang menjadi perhatiannya — untuk berdamai dengan jiwanya sendiri. Dia hanya takut membuat kacau jiwanya. Jika dia kehilangan kendali atas jiwanya, maka dia akan kehilangan dirinya sendiri dan tidak berdaya untuk memenuhi kewajibannya.

Dan, ketenangan menuntut seseorang untuk melepaskan apa yang tidak bisa dia kendalikan. Namun betapa besar tantangan ini bagi seorang kaisar. Karena Marcus Aurelius berdiri di atas kerajaan yang terus menerus menghadapi ancaman dari semua sisi, bahkan dari dalam.

Marcus Aurelius hidup dengan penerimaan yang radikal terhadap alam. Dia menjalani hari-harinya tanpa harapan. Dia tidak pernah berjuang melawan takdirnya dan tidak juga mengasihani dirinya ketika dunia mengkhianatinya. Tidak ada kejadian yang harus dirayakan. Kemenangan hari ini bisa jadi merupakan penyebab kematian di hari esok. Yang ada hanyalah penerimaan. Dan dengan penerimaan kita bisa menemukan kedamaian dalam setiap kejadian yang menimpa hidup kita. Setiap kejadian, di mata orang bijak, adalah guru, pelajaran, peluang, dan sebuah tanda.

Marcus Aurelius percaya bahwa hidup tidak pernah serharusnya berbeda dari yang ditetapkan dan karena itu dia dapat menyambut masa depan dengan suka cita dan kasih sayang. Hidup akan terus berjalan dan kita harus bersuka cita dalam setiap kejadian karena itu adalah nasib kita dan merupakan kehendak alam.

Alam tidak bisa diubah, kita tidak harus melawannya. Melawan adalah hal yang bodoh dan hanya akan meninggalkan masalah bagi kita. Tidak ada sesuatu di luar diri kita yang memiliki kekuatan untuk merusak kedamaian kita.

Tinggalkan apa yang tidak dapat kita kendalikan di tangan Tuhan atau alam. Tetapi untuk apa yang bisa kita kendalikan — jiwa kita, emosi kita, pikiran kita — pelajari cara untuk mengarahkannya demi kebaikan kita. Setiap orang sangat menderita dalam hidupnya, tapi tidak semua orang mengasihani diri mereka sendiri. Itu adalah pilihan.

Marcus Aurelius terus menerus mengingatkan dirinya akan pesan ini dalam jurnalnya sehingga dia dapat mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan dengan melakukan hal itu, dia telah membebaskan dirinya dari semua yang dapat membahayakan semua yang dapat membahayakan orang-orang di kekaisarannya — kesedihan, ketakutan, kemarahan, dan kecemasan. Karena kedamaian kekaisaran mencerminkan kedamaian kaisarnya — Dia adalah wujud dan inkarnasi dari kerajaan yang hebar. Dan dalam otokrasi, ketika kaisar jatuh sakit, maka kekaisaran pun akan demikian.

Aturan pertama adalah menjaga semangat yang tak tergoyahkan. Yang kedua adalah lihat segala sesuatunya dan ketahui apa adanya. - Marcus Aurelius

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama