Menemukan Kemunafikan Dalam Hidup Kita Sendiri

Mengenali kesalahan dan kegagalan orang lain adalah hal yang cukup mudah. Saat kita melihat tindakan orang lain, kita bisa memakai perspektif objektif serta bebas dari bias apapun. Dengan tambahan pengetahuan ini, akan menjadi mudah untuk melihat segala sesuatunya dengan jelas.

Apa yag ironis adalah, entah kita mengetahuinya atau tidak, banyak dari kita yang gagal menemukan kesalahan dalam diri sendiri. Kita bisa membantu orang lain untuk menjadi versi terbaik dari dirinya, namun gagal ketika mengikuti saran yang sama untuk diri kita sendiri. Kenapa? Hal ini terjadi karena satu atau dua alasan berikut:

  1. Setiap dari kita membawa serangkaian bias tentang diri kita sendiri, dan itu mempengaruhi orang yang kita lihat di dalam cermin. Bias itu mungkin membuat kita tidak menyadari kekurangan kita. Dan yang lebih buruk lagi, banyak dari kita yang membiarkan emosi menguasai diri kita — dan dalam keadaan marah atau kesal, melakukan hal yang kontraproduktif tanpa kita menyadarinya.
  2. Jika kita mengetahui tentang kekurangan kita, kita membuat pengecualian dan alasan yang hanya berlaku untuk diri kita sendiri. Seolah-olah kita adalah sesuatu yang istimewa, kita berkata pada diri kita sendiri "tidak masalah jika melakukannya, kan hanya seorang saja!"

Beberapa dari kita adalah orang munafik tanpa menyadarinya. Kita memberi tahu orang lain untuk memakan makanan yang sehart, menjaga kebersihan lingkungan, dan tetap di rumah selama masa pandemi — tetapi kemudian yang kita lakukan adalah sebaliknya.

Kenapa ini terjadi? Dan bagaimana kita dapat mengidentifikasinya ketika melakukan hal tersebut?

Satu-satunya sifat buruk yang tidak dapat dimaafkan adalah kemunafikan. Dan penyesalan seorang munafik adalah kemunafikan itu sendiri. — William Hazlitt

Hukum Universal Kantian

Kapanpun kita memikirkan tentang apa yang benar dan salah, atau bagaimana seseorang harus hidup — kita kembali kepada imperatif kategoris Immanuel Kant. Imperatif ini memberikan beberapa cara agar kita dapat mengidentifikasi secara moral apakah suatu tindakan itu benar atau salah.

Salah satunya adalah hukum universalnya yang menyatakan bahwa ketika kita melakukan suatu tindakan, kita harus mempertimbangkan pepatah (motivasi atau aturan) yang melekat padanya, dan bertanya pada diri kita sendiri: Dapatkah saya menghendaki tindakan ini sebagai sebuah hukum universal?

Berdasarkan "hukum universal", Kant meminta kepada kita untuk membayangkan setiap orang di bumi ini melakukan tindakan itu secara bersamaan, pada waktu yang sama. Apakah kita (atau orang yang rasional) menginginkan dunia seperti ini? Jika jawabannya adalah "tidak", maka tindakan yang kita lakukan adalah sesuatu yang secara moral tidak diperbolehkan dan tidak boleh dilakukan. Kesimpulan seperti itu muncul karena:

  1. Kontradiksi konsepsi. Artinya, secara logis mustahil untuk setiap orang melakukan tindakan tersebut. Misalnya jika tindakan itu adalah "membunuh seseorang". Jika seluruh orang melakukannya secara bersamaan, maka semua orang akan mati. Hingga tidak ada orang lagi untuk dibunuh, dan tidak ada yang melakukan tindakan tersebut.
  2. Kontradiksi keinginan. Ini terjadi ketika kita melakukan tindakan yang secara logis mungkin untuk dilakukan sebagai hukum universal — tetapi tidak ada orang rasional yang ingin setiap orang melakukannya. Misalnya tindakan tersebut adalah menghindari pajak. Jika semua orang melakukannya, maka pemerintah akan kekurangan dana dan kualitas hidup kita akan jauh lebih buruk.

Dalam melakukan tindakan yang tidak ingin kita jadikan sebagai hukum universal, kita melakukan sebuah pengecualian untuk diri kita sendiri. Kita mengakui bahwa tidaklah bijaksana bagi setiap orang untuk melakukan tindakan tersebut, tetapi kita tidak keberatan melakukannya. Itu adalah kemunafikan tertinggi. Kita tidaklah istimewa, dan tidak ada alasan yang dapat dibenarkan secara moral untuk membuat pengeceualian seperti itu.

Jalani hidup kita seolah-olah setiap tindakan kita akan menjadi hukum universal.  — Immanuel Kant

Panduan Psikologis untuk Pembenaran Kemunafikan

Di samping catatan sejarah kemunafikan moral ini, penelitian yang dilakukan oleh psikolog Jesse Graham dari University of Southern California menunjukkan bahwa kemunafikan datang dalam berbagai bentuk. Mereka mendefinisikannya sebagai:

"Menyimpang dari standar moral kita sendiri, terlepas apakah kita menyatakannya di depan umum atau tidak."

Perilaku ini dapat dicontohkan dalam bentuk seperti:

  • Moral duplikasi: terjadi ketika seseorang mengklaim tindakannya sudah pasti benar — atau mereka mencoba dan meyakinkan kita bahwa tindakannya tidak salah dengan membenarkannya.
  • Moral standar ganda: ketika orang lebih bersimpati pada diri sendiri daripada orang lain ketika melakukan tindakan jahat. Sebagai contoh, kita mungkin marah kepada pengemudi yang tidak berhenti untuk kita ketika sedang menyeberangi jalan, namun ketika kita sedang mengendarai dan terburu-buru kita tidak melihat ada yang salah dengan melakukan hal yang sama.
  • Moral kelemahan: ketika perilaku kita bertentangan dengan sikap atau nilai kita. Sebagai contoh, seorang pendukung vegetarian yang tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memakan daging.

Seperti contoh Kantian, cukup jelas mengapa contoh ini membuat kita menjadi munafik. Kita bertindak seolah-olah kita berdasarkan standar moral kita sendiri: mengklaim mematuhi seperangkat prinsip, namun gagal bertindak dengan cara yang konsisten pada prinsip tersebut.

Apakah Orang Jujur Berbohong?

Untuk menguji temuan mereka, Graham pada tahun 2015 melakukan penelitian untuk menilai apakah orang bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip mereka.

Mereka mengajukan beberapa pertanyaan singkat kepada banyak pengguna online sebagi sampelnya — secara spesifik berfokus pada apa yang mereka yakini, dan tindakan terbaru apa yang membat mereka merasa bersalah.

Kebanyakan orang memiliki prinsip kejujuran, peduli, keadilan, dan kesetiaan. Namun orang-orang inilah yang paling mungkin bertindak melawan prinsip-prinsip itu. Mereka tidak jujur, berbohong kepada orang lain, dan sering merasa bersalah melakukannya.

Temuan mereka menunjukkan bahwa kita cenderung bertindak bertentangan dengan prinsip yang nilai kita sendiri. Faktanya, kita lebih cenderung untuk melakukannya dibanding orang lain.

Mengatasi Kemunafikan

Jadi akhirnya kita mengakuinya. Tanpa menyadarinya kita adalah seorang munafik. Sekarang apa? Apakah kita akan ditakdirkan selama-lamanya untuk menjadi seperti itu?

Menurut psikolog sosial Daniel R. Stadler, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk melawan sifat kontraproduktif ini. Menurutnya, kita bisa menghindari standar ganda kita dengan:

Menarik Ketidakkonsistenan Diri Kita

Gunakan refleksi pribadi untuk mengidentifikasi saat kita melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip kita. Jika bisa, perbaiki saat itu juga. 

Bersumpah untuk Jadi Lebih Baik

Jika kita tidak dapat memperbaiki kontradiksi kita, paling tidak akui kesalahan kita dan bersumpah untuk melakukan yang lebih baik. Masih ada waktu bagi kita untuk melakukannya cengan benar.

Mengakui Kesalahan

Mampu secara terbuka mengakui bahwa kita salah menjelaskan banyak hal tentang karakter seseorang. Lebih baik lagi, mengakui kesalahan kita secara terbuka membuat diri kita cenderung tidak mudah untuk tersinggung. Terutama ketika orang lain di sekitar kita menginginkan kita untuk bertanggungjawab.

Move On

Daripada terus memikirkan kesalahan kita — ada baiknya kita harus terus berjalan. Dengan melakukan hal itu, kita dapat memastikan masa depan positif untuk diri kita sendiri, daripada terus memikirkan masa lalu yang negatif.

Kesimpulan

Tentu saja kita mungkin kesulitan untuk mengidentifikasi tindakan munafik kita. Mengacu pada "titik buta emosional" kita — bias dan prasangka yang kita miliki tentang diri kita sendiri mempengaruhi cara kita memandang diri kita sendiri. Karena alasan inilah, mengidentifikasi kontradiksi dalam prinsip kita adalah sesuatu yang sulit untuk ditemukan.

Jika kita kesulitan untuk menemukan kekurangan kita, mintalah feedback dari orang lain. Mereka memiliki pandangan yang lebih objektif terhadap tindakan kita: bebas dari bias dan prasangka — dan bisa menjadi hal krusial untuk pengembangan pribadi kita.

Bagaimanapun, langkah pertama untuk menghindari tindakan ini adalah mengakui bahwa kita adalah seorang munafik yang ingin berubah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama