Semua orang pasti pernah merasakan hari yang buruk. Kita pernah menghabiskan waktu untuk menggerutu tentang penolakan, kegagalan kecil, atau bahkan hidup yang terkesan tidak adil.
Tiap menit dihabiskan untuk melakukan hal tersebut telah merenggut produktivitas dan kebahagiaan kita. Hal itu menyedot waktu yang seharusnya bisa diarahkan melakukan sesuatu bermanfaat bagi perkembangan atau hubungan pribadi kita.
Masing-masing dari kita mungkin memiliki sebuah pemicu yang dapat mengubah secara instan hari kita menjadi hari yang buruk. Dengan adanya pemicu itu membuat kita berpikir bisakah melalui hari tanpa sesuatu yang dapat merampas hari kita.
Ada sebuah rasa kesuraman yang alami ketika terjadi suatu hal di luar ekspektasi kita. Mungkin definisi kesuraman tiap orang dapat berbeda-beda. Namun tidak ada seorangpun yang kebal terhadap rasa kekecewaan.
Hal itu menjadi sebuah masalah ketika kita terjebak dalam hal negatif yang dapat menghambat kita mencapai tujuan kita.
Ada dua cara untuk mengatasi hal ini yaitu dengan membiarkan waktu memulihkannya atau berusaha mempercepat proses pemulihannya.
Persingkat Proses Pemulihannya
Tentu saja, semakin cepat melupakan kesuraman yang merenggut hari kita, semakin cepat juga kita akan kembali untuk fokus kepada hal yang produktif.
Ada sebuah kutipan dari Viktor Frankl dalam sebuah bukunya yang berjudul 'Man's Search for Meaning'
Semuanya dapat diambil dari seorang manusia kecuali satu hal: Kebebebasan manusia yang terakhir. Yaitu untuk memilih satu sikap dalam menghadapi keadaaan apapun.
Apapun masalah yang hidup berikan pada kita, bagaimana cara meresponnya tetap berada di tangan kita. Itulah satu-satunya kebebasan yang tak akan bisa direnggut oleh siapapun, 'untuk memilih satu sikap ketika dihadapkan pada situasi apapun'
Hidup Bukan Hanya Tentang Suatu Kejadian Tertentu Melainkan Sebuah Agregat
Ketika menyangkut soal karir, passion, atau bahkan hidup, kita cenderung untuk berfokus pada kejadian saat itu, bukan melihatnya sebagai sebuah bagian dari hidup yang panjangnya berpuluh-puluh tahun. Kita membesar-besarkan kejadian kecil menjadi sebuah bencana yang seakan memiliki dampak luar biasa. Seperti ketika kita menumpahkan kopi ke dalam baju lalu langsung mengutuk tentang betapa tidak adilnya hidup bagi kita.
Ketika melihat suatu kejadian melalui sudut pandang yang tertutup, kita telah memberikan perhatian sepenuhnya pada kesuraman itu, bahkan seringkali keluar dari konteks aslinya.
Lensa Dua Puluh Lima Tahun
Pada umumnya, dua puluh lima tahun yang akan datang kita tidak akan mengingat pengalaman buruk yang merusak hari kita di masa sekarang. Dengan begitu maka kita akan merasa bahwa penolakan, kegagalan, rintangan yang dihadapi tidak terlihat seperti masalah yang besar.
Kita akan melihatnya dalam konteks jangka hidup yang akan membuatnya terlihat tidak penting dalam sebuah rentetan hidup yang begitu banyak hal akan terjadi pada kita.
Kita akan merasa heran mengapa dapat terjebak dalam rasa kesuraman itu. Bahkan kita akan menyesali reaksi yang berlebihan terhadap sebuah kejadian kecil itu.
Dengan perspektif baru ini, bagaimana kita akan merespon? Kita harus memilih bagaimana responnya. Itu merupakan sebuah kebebasan yang seorang pun tidak dapat merenggutnya.