Umat manusia telah merenungkan apa artinya menjalani kehidupan yang baik selama berabad-abad. Di antara pemikir yang paling mendalam adalah kaum stoik.
Sebagai aliran filosofi yang diikuti mulai dari para budak hingga kaisar, Stoisisme memang dirancang agar sederhana dan mudah untuk diterapkan — terlepas dari keadaan seseorang.
Daripada mengkhawatirkan kekacauan dunia, kaum stoik percaya pada pertempuran internal untuk menguasai pikirannya sendiri. Dengan mengejar nilai-nilai abadi seperti kebijaksanaan, ketahanan mental, dan kasih sayang — mereka percaya bahwa kita semua dapat mencapai kesejahteraan dan kepuasan.
Di antara kaum stoik yang paling produktif adalah Seneca. Dalam bukunya yang berjudul "Letters From A Stoic", kita dapat dengan mudah untuk terpesona oleh betapa banyaknya ajarannya yang masih relevan di abad ke-21 ini. Buku tersebut sampai saat ini masih menjadi ajaran filosofis yang paling bijaksana dan berguna yang pernah ditulis.
Berikut adalah beberapa ajarannya yang dapat ditemukan dalam buku tersebut. Jika diterapkan dengan benar, beberapa ajaran ini mungkin dapat membantu kita untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan:
Orang yang takut akan kematian tidak akan pernah melakukan apapun yang layak untuk orang yang masih hidup.
Terdengar suram, tetapi kaum stoik mempraktikkan refleksi kematian untuk membuat mereka lebih menghargai kehidupan. Mereka menyebutnya, "Memento Mori", yang dapat diterjemahkan menjadi "ingatlah bahwa kita pasti mati".
Sebagai manusia, mudah untuk menerima begitu saja sesuatu seperti sekedar hidup dan bernafas. Tanpa mengetahui betapa rapuhnya hal tersebut, sehingga kita menyia-nyiakannya.
Coba pikirkan tentang cita-cita terbesar dalam hidup kita. Berapa banyak darinya yang kita tunda hanya karena "waktunya" yang kurang tepat?
Seperti memulai bisnis. Tampil di atas panggung. Melamar pekerjaan impian. Melakukan hobi baru.
Dengan gaya Carpe Diem, kamu stoik sangat percaya dalam menjalani hidup dengan sepenuhnya. Hal ini berarti melakukan hal-hal yang bisa menjadi peluang baru, menaklukkan rasa takut, dan menjadi versi diri kita yang terbaik.
Seneca mengingatkan kita, "Ketika kita menunggu untuk hidup, kehidupan berlalu"
Tidak ada bukti yang lebih baik dari pikiran yang tertata dengan baik selain kemampuan seseorang untuk berhenti di tempatnnya dan menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri.
Sifat manusia itu aneh. Kita dapat secara obsesif memutar balik masa lalu dan juga resah mengenai masa depan — yang berakibat pada terabaikannya momen saat ini.
Meskipun meditasi semakin populer, banyak dari kita yang merasa berat untuk duduk di sebuah ruangan hanya dengan pikiran kita. Hanya 10 menit tanpa memeriksa notifikasi ponsel saja terasa sangat menyusahkan.
Namun seperti yang diingatkan oleh Seneca kepada kita, kemampuan untuk menghargai masa sekarang mungkin merupakan anugerah paling berharga yang kita miliki. Mempelajari masa lalu atau bekerja demi tujuan masa depan, hanya akan berarti sesuatu jika kita memperlambat sejenak untuk menikmati posisi kita saat ini.
Berharap adalah rintangan terbesar dalam hidup. Untuk mengantisipasi hari esok, kita bisa kehilangan hari ini.
Manusia tidak terpengaruh oleh peristiwa tetapi dari cara dia melihat peristiwa itu.
Pandemi global. Kekacauan politik. Resesi ekonomi. Kerusuhan massa. Aksi terorisme. Ada banyak hal yang perlu dikhawatirkan saat ini.
Dalam hidup, ada beberapa hal yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak. Kita bisa mengeluh, mengkritik dan mengutuk, tetapi hal-hal ini hanya akan membuang waktu kita yang berharg.
Dengan khawatir secara obsesif, kita menghabiskan energi kita yang dapat dihabiskan untuk menemukan solusi produktif untuk masalah kita. Khawatir adalah salah satu bentuk penderitaan. Itu mengganggu kita. Itu menguras energi kita. Serta membuat kita kewalahan.
Inilah mengapa kaum stoik selalu memusatkan perhatian mereka pada lingkaran kendali mereka sendiri. Ini membantu Seneca meredakan kekhawatirannya terhadap ancaman eksekusi, Marcus Aurelius tentang ketakutannya terhadap kepemimpinan yang lemah, dan Epictetus atas rasa sakitnya yang hidup di dalam perbudakan.
Ada dua batasan kekayaan yang tepat untuk seseorang. Pertama, memiliki apa yang penting, dan kedua, memiliki apa yang cukup.
Para stoik telah melakukannya lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Tidak ada jumlah harta yang akan membeli kebahagiaan kita. Bukan Iphone baru, sepasang sepatu mewah, atau layanan streaming lainnya.
Masalahnya adalah kita mencoba untuk memenuhi hasrat kita dengan barang-barang materi. Akan selalu ada sesuatu yang lebih baru, lebih cepat, lebih trendy, dan begitu kita mendapatkan benda yang kita inginkan, benda itu akan segera menjadi usang dan tidak menarik. Itu sifat manusia.
Seperti yang pernah diingatkan Seneca, "Jika kita bisa merasa puas dengan apapun, seharusnya kita sudah puas sejak dulu."
Setiap malam sebelum tidur, kita harus bertanya pada diri kita: apa kelemahan yang kita atasi hari ini? Hal baik apa yang kita peroleh?
Bagi kaum stoik, tidak ada yang lebih penting daripada mengembangkan karakter seseorang. Apakah kita menjadi pribadi yang lebih baik hari ini daripada kemarin? Tantangan apa yang kita harus hadapi? Apa kebiasaan baik yang berhasil kita tanamkan? Pertanyaan ini pada akhirnya menentukan kualitas hidup kita.
Itu bisa jadi meningkatkan sebuah keahlian, mencapai sebuah level kebugaran, atau melakukan percakapan yang tidak nyaman. Tidak peduli seberapa besar atau kecil perkembangan kita — itu tetaplah perkembangan.
Kaum stoik tahu lebih dari siapapun bahwa jika kita tidak berhati-hati, hidup akan berlalu begitu saja, dan jika kita tidak mencoba untuk hidup dengan berani dan secara sepenuhnya — ada kemungkinan besar kita tidak akan melakukannya.
Menganggap diri kita bertanggung jawab terhadap tujuan kita dan menjadikannya sebagai praktik harian untuk melihat sejauh mana perkembangan kita — kedua hal tersebut merupakan kombinasi yang tepat untuk mencapai apapun tujuan kita.
Penutup
Dunia bisa terasa sangat kacau sekarang, tetapi seperti yang diingatkan oleh kaum stoik, dunia selalu kacau. Kuncinya adalah mengubah perspektif kita menuju tindakan positif yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kehidupan kita.
Dengan mempraktikkan rasa syukur, mengembangkan karakter kita, dan menghargai keindahan saat ini — kita semua dapat menemukan lebih banyak makna dan kepuasan dalam hidup kita.
Hidup itu seperti drama: yang penting bukanlah durasinya, melainkan kualitas akting itu sendiri. — Seneca
Thanks for sharing, Aisun. I am looking forward to reading your next writings.
BalasHapus