Strategi Fabian — Semua Hal Hebat Butuh Waktu

Quintus Fabius Maximus Verrucosus (akan disebut sebagai Fabius) adalah seorang negarawan dan jenderal Romawi pada periode bermasalah dalam sejarah romawi, atau lebih tepatnya pada abad ketiga sebelum masehi.

Saat itu Roma dikelilingi oleh musuh yang hebat dan mengerikan; Hannibal dari Kartago, seorang pria yang dikenal luas sebagai salah satu komandan militer terbaik sepanjang sejarah.

Hannibal berulang kali mengalahkan pasukan Romawi dalam pertempuran dan bahkan hampir mengancam kota Roma itu sendiri. Karena panik, seorang senat meminta Fabius untuk bertanggungjawab menghadapi ancaman dari Hannibal.

Fabius adalah seorang yang bijak. Dia begitu menghormati keahlian militer Hannibal, dan menolak untuk bertemu dengannya dalam pertempuran terbuka, Fabius lebih memilih untuk menghadapi Hannibal dengan perang attrisi, sebuah metode yang sekarang dikenal sebagai perang gerilya. Dia menggangggu jalur suplai Hannibal, membakar tanamannya dan bertarung hanya dalam pertempuran kecil. Tujuannya adalah untuk membuat durasi perang menjadi selama mungkin.

Fabius akhirnya menang dan Strategi Fabian sekarang telah menjadi taktik militer yang dikenal secara luas, dan telah diadopsi oleh beberapa jenderal besar dunia yang salah satunya adalah Jenderal Sudirman.

Hal yang menarik adalah bahwa Strategi Fabian tidak hanya dapat membantu seseorang berhasil dalam sebuah peperangan, tetapi dalam semua upaya yang kita dapat pikirkan. Dalam artikel ini, kita akan melihat bagaimana penerapan Strategi Fabian ke dalam "medan pertempuran" hidup kita sendiri.

Ingat Bahwa Semua Pencapaian Luar Biasa Membutuhkan Waktu

Apa kesamaan yang dimiliki oleh masakan Perancis, menghasilkan uang sebagai penulis, dan kesuksesan Fabius dalam mengalahkan Kartago? Itu semua membutuhkan waktu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Dibutuhkan waktu sekitar 1-3 jam untuk mendapatkan masakan Perancis yang sesuai ekspektasi, bertahun-tahun untuk mendapatkan pendapatan lumayan sebagai penulis, dan Roma membutuhkan waktu 23 tahun untuk menyelesaikan Perang Punisia Kedua. Seperti apa yang Warren Buffet katakan.

Tidak peduli seberapa besar bakat dan usaha, beberapa hal hanya butuh waktu: Kita tidak bisa menghasilkan bayi dalam waktu satu bulan dengan membuat wanita hamil sembilan bulan.

Warren tidak asal bicara, itu adalah apa yang dilakukan olehnya sendiri. Dia baru menjadi seorang Milyuner setelah umurnya lewat 50 tahun — faktanya, dia mendapatkan 99% kekayaannya saat ini setelah umurnya 55 tahun.

Kita pernah mendengar sebuah ungkapan bahwa "hal-hal hebat membutuhkan waktu", meskipun di zaman semua serba instan, dari mie instan hingga kepuasan instan, terkadang kita berhenti sejenak untuk memikirkan seberapa besar pernyataan tersebut.

Kita semua ingin menggapai beberapa hal — namun masalahnya adalah kita ingin mendapatkan semuanya sekarang. Penelitian terbaru menunjukkan tentang meningkatnya tingkat kecemasan dan menunjukkan bahwa sebagian besar stres kita disebabkan oleh diri kita sendiri. Kita memberi tekanan yang tidak semestinya terhadap diri kita sendiri dengan tidak hanya menginginkan kesuksesan, tetapi kesuksesan dengan cepat.

Mungkin maraknya media sosial adalah penyebabnya. Penemuan aplikasi semacam Instagram telah mempermudah kita untuk membandingkan pencapaian kita dengan pencapaian orang lain. Namun kita harus sadar bahwa apa yang kita lihat di layar smartphone kita hanyalah hasilnya saja, sisi positif dari kehidupan. Orang-orang jarang mengupload kesulitannya untuk diperlihatkan kepada dunia. Contohnya adalah kita hanya melihat teman kita melakukan foto-foto wisudanya — kita tidak melihat bagaimana perjuangan serta kerja kerasnya untuk dapat berada pada momen tersebut.

Namun, tahun-tahun yang dihabiskan untuk bekerja keras di lembah inilah yang mengubah kita dari gumpalan besi biasa menjadi pedang baja yang berkilau. Jika kita menemukan diri kita sedang berusaha sekarang dengan sedikit atau bahkan tanpa imbalan, cukup ingat kutipan dari Fabienne Fredrickson ini:

Hari saat kita menanam benih bukanlah hari kita memakan buahnya.

Jangan terburu-buru untuk menuai buah yang masih mentah. Jangan bandingkan lembah kita dengan puncak orang lain. Dan yang terpenting, jangan lupa bahwa jika setiap hal besar dalam hidup hanya membutuhkan beberapa menit untuk mencapainya, secara paradoks, nilainya akan sangat kecil. Setiap orang akan mencapai segalanya dalam waktu singkat. Dan dimana letak kesenangannya, jadi tetaplah bersabat. Tetap berada di jalurnya.

Kita Tidak Membutuhkan Kemenangan Dramatis — Kita Hanya Perlu Bertahan untuk Waktu yang Cukup Lama

Penelitian menunjukkan bahwa bakat itu ada. Namun, penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa bakat bawaan lahir hanya dapat membawa kita cukup jauh: waktu yang dihabiskan untuk mengasah suatu keahlian masih menjadi penentu terbesar dalam kesuksesan. Contohnya adalah Mike Tyson menjadi juara kelas berat termuda dalam sejarah karena dia hidup di Pegunungan Catskill sejak usia 13 tahun, mengabaikan sekolahnya untuk mengejar karir di dunia tinju.

Samurai Miyamoto Musashi menuliskan bahwa kunci untuk kesuksesan dalam berpedang adalah: "Selangkah demi selangkah, berjalan ribuan mil." Aesop, pendongeng Yunani kuno, mencoba mengajari kita melalui dongengnya tentang kura-kura dan kelinci bahwa bukan individu yang paling berbakat yang memenangkan perlombaan kehidupan, melainkan yang paling gigih. Karena perlombaan kehidupan bukanlah perlombaan adu cepat — itu adalah sebuah maraton.

Banyak dari kita yang begitu mengagungkan bakat. Namun bakat hanyalah sebuah percikan. Ketekunan, kerja keras, kegigihan, itulah yang dibutuhkan; Semua sifat yang terdengar tidak begitu indah ini adalah bahan bakar yang akan membuat kita terus maju, lama setelah percikan awal gagal. Kesabaran adalah hal yang akan membantu kita memanfaatkan kekuatan 'compound interest', sesuatu yang dikatakan Einstein sebagai keajaiban dunia ke-8.

Sebagain besar dari kita mungkin berpikir apa yang dikatakan Einstein adalah sebuah hiperbola. Namun jika kita diminta untuk memilih apakah akan mengambil uang seratus juta rupiah di muka, atau satu rupiah yang terus menggandakan diri selama satu bulan. Sebagai informasi, pilihan yang kedua jauh lebih menguntungkan, karena satu rupiah yang digandakan setiap harinya selama 30 hari akan bernilai 536 juta di akhir bulan.

Perlu diingat bahwa ini bukan tentang kesuksesan instan. Ini tentang memilih permainan berulang untuk dimainkan dan bertahan dengan hal tersebut, mengambil langkah yang dapat meningkatkan kita dari hari ke hari hingga mencapai Critical Mass. Begitulah cara orang normal seperti kita, setelah bertahun-tahun bekerja keras, akhirnya mencapai kesuksesan yang tampaknya diraih hanya dalam waktu semalam.

Pada akhirnya, itu bukan orang yang berpikir dirinya sudah berada di puncak yang mencapainya. Melainkan orang yang tidak pernah berhenti mendaki.

Jangan Dengarkan Penentang

Strategi Fabian meskipun sukses secara militer, namun terbukti sangat tidak populer di kalangan senat Romawi. Bangsa Romawi terbiasa dengan kemenangan yang cepat dan ditentukan oleh pertarungan terbuka. Taktik kesabaran Fabius membuat mereka frustasi. Lawan politiknya mengejeknya sebagai seorang pengecut; mereka bahkan memberinya julukan Cunctator, yang berarti 'Si Penunda-nuda'.

Senat akhirnya mencopot Fabius dari komando dan menggantikannya dengan Varrus dan Paullus yang merupakan seorang berkepala panas. Mereka tidak membuang-buang waktu untuk mengumpulkan pasukan besar-besaran dan melawan Hannibal dalam pertempuran.

Pertempuran tersebut mengasilkan salah satu kekalahan terburuk dalam sejarah Romawi. Paullus tewas dalam pertempuran, dan Varrus melarikan diri. Senat kemudian meminta nasihat dari Fabius. Sebelumnya merema percaya bahwa dia bodoh dan pengecut, tetapi sekarang mereka mengira bahwa Fabius memiliki pandangan jauh ke depan yang dimiliki oleh para dewa.

Fabius kembali dan melanjutkan perang atrisi melawan Hannibal. Namun kali ini, senat membiarkan Fabius melakukan tugasnya. Fabius akhirnya mengalahkan Hannibal dan akan tercatat dalam sejarah sebagai bapak perang gerilya. Julukan Cunctator, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai penghinaan, ironisnya akan berubah menjadi sebuah kehormatan yang besar. Fabius bahkan diberi gelar The Shield of Rome untuk jasanya dalam membela Republik Romawi

Pelajaran terbesar yang bisa kita ambil dari cerita Fabius, selain dari nilai kesabaran, adalah tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang yang menentang kita. Satu fakta yang tidak menguntungkan juga tidak terhindarakan dalam hidup kita adalah bahwa jika kita mencoba untuk melakukan sesuatu yang tidak biasa, kita akan mengundak kritik dari orang lain. Terlebih jika upaya yang harus dilakukan membutuhkan waktu lama untuk bisa memetik hasilnya.

Jika kita cukup percaya diri bahwa apa yang kita lakukan adalah benar, jangan ragu untuk mengabaikan semua komentar negatif dalam perjalanan menuju puncak. Seperti apa yang dikatakan Arnold Schwarzenegger dalam pidatonya, salah satu aturannya dalam mencapai kesuksesan adalah mengabaikan komentar negatif. Ketika ada orang yang memberitahu kita bahwa kita tidak dapat melakukannya, berpura-puralah mendengarkannya, lalu teruslah maju.

Jadi, lakukan lompatan. Lakukan apa yang dilakukan Fabius lebih dari dua ribu tahun yang lalu; lakukan hal yang kita anggap paling cocok. Singkirkan ejekan serta celaan dari orang-orang — tutup telinga kita jika perlu; mereka menyanyikan lagu-lagu yang berusaha menarik calon pahlawan menuju malapetaka.

Begitulah cara kita bergabung dengan barisan orang-orang yang mendapatkan sebuah pencapaian, bukannya menjadi jiwa dingin, kesepian, dan kritis yang tidak akan pernah tahu apa itu kemenangan atau kekalahan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama